Sunday, August 23, 2020

Abortus Provokatus part 2

part 1 : https://diadianita.blogspot.com/2019/04/abortus-provokatus.html

Saat itu perasaan saya campur aduk. Di satu sisi saya sungguh tidak bisa menepikan kekesalan saya melihat ulah pasien yang dengan sengaja membunuh janin yang dikandungnya, ditambah dengan cara nya yang tidak aman hingga membahayakan nyawanya sendiri. Di sisi lain saya juga semakin sebal membayangkan ayah dari janin malang tersebut yang namanya telah terukir menjadi tato berbentuk urtikaria di lengan bawah remaja putri malang tersebut. Ah, apa iya dia tahu bahwa anaknya sudah tiada? Atau dia kah yang mengusulkan ini semua? Lari dari tanggungjawab? Berpikir ini hal biasa?
Apa iya tahu bahwa wanitanya kini sedang meregang nyawa? Saya ingin sekali pasien ini selamat dan berharap dengan demikian ia bisa punya kesempatan kedua untuk bisa hidup lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Namun, kondisinya malam itu benar-benar mengkhawatirkan.
Hingga hari berganti, Mba Tina, bidan jaga IGD yang shift bersamaku saat itu tidak henti melakukan pemantauan tanda vital pasien setiap 30 menit sekali. Semua obat topangan kardio sudah diberikan namun tekanan darahnya tak kunjung membaik. Urinnya juga tak sedikitpun bertambah. Pasien ini lantas masuk ICU demi pemantauan yang lebih baik.
Segala upaya kami lakukan, namun Allah berkehendak lain. Keesokan harinya, pasien tersebut meninggal dunia. Menyisakan kesedihan dan berbagai pertanyaan dari pihak keluarga, mengapa anak remaja itu bisa meninggal padahal sebelumnya baik-baik saja, tidak ada riwayat penyakit berat dan lain sebagainya. Tidak seluruh anggota keluarga mengetahui status kehamilan anak tersebut, apalagi tindakannya yang melakukan aborsi.
Ternyata, remaja ini tidak punya kesempatan kedua ...

Pesan saya cuma satu untuk yang membaca tulisan ini, terutama jika kalian remaja atau yang belum kebayang pembicaraan apa ini semua. Kalau tidak mau merawat anak, tolong jangan membuat anak.

No comments:

Post a Comment