Thursday, May 12, 2016

Cerita koas part 5: Obstetrics and Gynecology

Stase mayor kedua yang kujalani semester ini adalah modul ilmu kesehatan perempuan, atau yang sering disebut stase obsgyn. Bloody business, sebagian orang menyebutnya demikian karena memang di stase ini koas langsung ikut observasi dan melakukan berbagai tindakan medis yang tak lepas dari cairan merah bernama darah. Bau anyir ketuban sudah jadi teman sehari-hari selama 9 minggu di stase ini. Di pekan pertama, kami dipahamkan dulu dengan berbagai skill kebidanan, langsung dibimbing oleh para konsulen dan chief residen obsgyn yang baik-baik. Di minggu kedua, mulai kegiatan jaga malam, bertemu ibu2 kesakitan yang mau partus, atau mbak-mbak bahkan adik-adik yang umurnya jauh lebih muda dariku tapi sudah mau melahirkan anak pertama, kedua, bahkan ketiganya.
Belajar di obsgyn membuka mataku akan pentingnya kesehatan perempuan sebagai tonggak kesehatan bangsa. Di modul ini juga seringkali aku harus mengelus dada karena berbagai drama yang ada. Di saat ada anak umur 17 tahun yang menginginkan anaknya segera meninggalkan rahimnya karena ia benci padanya, ada juga seorang ibu yang sudah sangat lama menantikan hadirnya buah hatinya namun harus berakhir kecewa karena ia mengalami abortus maupun intrauterine fetal death. Di saat ada remaja yang menyesali ia harus hamil di luar nikah, dan bukan hamil betulan ternyata jadinya hamil anggur, ada pula mbak-mbak yang sengaja ingin dinikahi hingga ia memaksakan diri jadi korban namun malah hamil ektopik.
Tuhan itu adil, memberikan cobaan pada makhluknya untuk menguji dan menaikkan tingkatnya.
Satu hal yang juga selalu menggetarkan hatiku setiap hari di obsgyn adalah melihat perjuangan ibu saat melahirkan, jadi ingat mama... Aku jadi membayangkan betapa kesakitannya mama dan betapa relanya ia merasakan itu semua, bahkan tangis bahagia yang tercurah setelah semua kesakitan itu dilalui. Kadang aku bertanya, sanggupkah aku sebagai wanita menjalaninya kelak?
Tapi Allah sudah berjanji bahwa tidak ada ujian yang diberikan melampaui kemampuan kita, dan bukankah untuk naik kelas kita perlu lulus ujian? Sekali lagi, tak ada pelaut ulung yang lahir dari samudra tenang tak berombak.
Terimaakasih Obsgyn! :)

Suatu hari di ER Kebidanan RSP