Saturday, July 11, 2020

Serpihan ingatan di Eropa

Baru sadar belum sempat menuliskan cerita perjalanan ke benua biru dua tahun silam. Setelah diingatkan oleh Kak dr. Fafa, yang ternyata juga suka nulis blog, aku coba mengais ingatan salah satu Ramadhan paling berkesanku. Pertengahan tahun 2018 lalu, aku dan teman-temanku pergi ke Groningen, Belanda untuk mengikuti konferensi ilmiah. Berbekal abstrak skripsi jaman S1 yang qadarullah diterima untuk presentasi poster, aku untuk pertama kalinya menghadiri sebuah konferensi ilmiah internasional di belahan bumi lain. Waktu itu aku berangkat bersama Nana, Bella, Nadia, Ridha, Rissa, dan Syifa. Berbagai persiapan kami lakukan mulai dari pembuatan poster, mengurus paspor, visa, tiket, itinerary, penginapan, dan lain sebagainya. Alhamdulillah walau ada banyak drama di sana sini, kami berangkat juga!

Setelah kurang lebih 17 jam perjalanan di udara dari Jakarta-Istanbul-Amsterdam ditambah 2 jam perjalanan menggunakan kereta dari Bandara Schipol Amsterdam, sampailah kami di Groningen Central Station. 


Dari stasiun kami naik Qbuzz, semacam Transkajarta, untuk menuju tempat kami menginap. Satu kesan pertama untuk kota ini adalah super tenang dan kondusif. Jarang sekali melihat antrian kendaraan bermotor di jalanan, karena mayoritas penduduknya mengendarai sepeda atau naik Qbuzz kemana-mana. Banyak sekali mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di sini, termasuk pemilik apartemen tempat kami menginap. Mas Agil dan Mba Dila, pasangan muda yang baik hati mau menampung kami ini tinggal di apartemen bersama dua anak laki-laki mereka yang super lucu dan gemas, Al dan Arsa. Terimakasih Mas Agil Mba Dila sudah mau kami repotkan, Mba Dila sampai menyiapkan makan sahur dan buka juga untuk kami. :') Semoga Allah membalas kebaikan Mba Dila sekeluarga.

Oiya jadi di seluruh kota Groningen ini, hanya ada 2 masjid dan terletak cukup jauh dari tempat kami. Alhasil aplikasi jadi andalan penunjuk waktu solat dan buka puasa. Jet lag? Iya, banget! Waktu di Groningen 5 jam lebih lambat dibanding WIB (yang LDR jadi "You say good morning when it's midnight" gitu Guys!) dan di musim panas seperti ini siang menjadi lebih panjang dari malam dan efeknya apada waktu solat adalah: Subuh sekitar jam 3, duhur 13.30, asar jam 18, magrib jam 22, dan isya pas midnight! Puasa saat musim panas nyaris 20 jam lamanya. Kalau biasanya di kampungku jam 20 waktunya pulang tarawih, di sini waktunya ngabuburit. Langit masih terang benderang seperti pukul 4 sore. Otak udah ngeset waktu ngantuk tapi apa daya hari masih siang....

Di hari kedua, kami menuju UMCG (University Medical Center Groningen), kampus sekaligus RS pendidikan kedokteran di Groningen tempat konferensi kami diadakan. Di sana kami mengikuti ISCOMS, konferensi ilmiah kedokteran yang sudah ke-25 kali diadakan oleh UMCG.. Aku membawakan presentasi poster di bidang public health terkait dengan penyakit diabetes dan tuberkulosis. Nervous? Tentu saja, karena aku tidak banyak pengalaman presentasi dalam bahasa Inggris. Selama ini aku lebih banyak berbahasa inggris pasif sementara di sini terpaksa harus aktif. Tapi akhirnya semua itu terlewati juga. Walau tidak jadi best presenter tapi pengalaman ini sungguh tidak terlupakan.

Di UMCG kami sempat khawatir tidak bisa menemuan tempat solat, namun kekhawatiran itu sirna seketika kami menemukan silence room yang sepertinya sengaja dibuat untuk orang-orang yang mau berdoa. Di dalamnya ada sajadah, mukena, Quran, pentunjuk arah kiblat, injil, dan kitab suci agama lainnya. Alhamdulillah ngga perlu solat di tempat-tempat random lagi...

Seusai acara kami sempat ngabuburit di sekitar Groningen, jalan-jalan ke Martinitorent, vismarkt, grote markt, dan membeli oleh-oleh sambil menikmati keindahan kota Groningen. Oiya yang membuatku merasa kota ini begitu tenang dan nyaman salah satunya karena aku mendengar cerita soal fasilitas kesehatan di sini. Konon kapasitas RS di Groningen itu melebihi jumlah penduduknya. Byangkan jika terjadi wabah seperti sekarang mungkin mereka ngga perlu khawatir ya soal kapasitas RS ini... Lalu ada juga sistem dokter keluarga yang bertanggungjawab atas kesehatan keluarga di beberapa rumah. Hal ini bisa jadi simbol bahwa di sini bidang kesehatan diperhatikan dengan sangat baik. Semoga kelak Indonesia bisa juga ya seperti ini...

Seusai mengikuti konferensi di Groningen, kami mengunjungi beberapa kota lain di Eropa yaitu Amsterdam, Paris, dan Berlin (mumpung sekalian bikin visa Schengen). Berbekal naik bus malam, kami melakukan perjalanan antar negara (yang rasanya cuma kaya transit antar kota aja gitu kalau di Indonesia). Kami juga sempat solat dan sahur di bus (bagi-bagi rendang, nasi, dan abon jam dua pagi), yang mungkin sempat membuat orang-orang lain di bus bingung kenapa pula kami harus makan jam segini wkwk..




Tiba di Paris, aku kena musibah karena handle koperku rusak jadi tidak bisa ditarik. Akhirnya aku menarik koperku menggunakan pasmina tebal yang aku bawa dan masih jadi sahabatku juga sampai sekarang. Alhamdulillah di setiap terminal atau stasiun kereta yang seringkali harus naik turun tangga karena di bawah tanah, ada orang yang mau membantu melihat kami keberatan membawa koper.
Di Paris, kami jalan ke Eiffel, Arc de Triomphe, Museum Louvre, daan lupa kemana lagi.. Diajak juga sama teman kami saat itu untuk mencoba makanan di restoran Paris. Di situlah aku baru tahu kalau orang Paris makan pisang goreng jadi lauk xD


Di Berlin, sayangnya aku kurang enak badan jadi tidak ikut teman-temanku yang keliling kota dan memilih beristirahat di penginapan yang kita sewa.

Satu yang unik dari Eropa secara umum, kamu bisa menemukan piano di berbagai tempat umum seperti bandara, terminal, stasiun, rumah sakit, universitas, yang bisa dimainkan oleh siapa saja. Suatu hari, aku dan teman-teman tengah transit di terminal bus di Amsterdam dalam perjalanan menuju Paris. Saking bosan menunggu dan melihat kondisi cukup sepi, aku mencoba untuk memainkan piano yang ada di terminal itu.
Tiba-tiba ada pasangan mas mbak bule yang datang lalu request lagu My Heart Will Go On nya Celine Dion. Ah mohon maaf Mas, saya ga bisa lagu itu, lagu lain aja boleh? Tanyaku. Boleh katanya... Ya jadi aku bermain sebisaku saja (karena aku juga bukan pianis, cuma ikut2 tutorial yutup aja gitu). Tapi seneng banget waktu mereka blg makasi n blg mau nangis gegara lagunya (kayanya mau nangis bukan karena dengerin aku main sih tp emang merekanya mau perpisahan gitu)

Yang unik lagi adalah hampir di semua tempat, air ledengnya aman untuk langsung diminum Gais. Selama itu bukan air panas (karena katanya air panasnya itu merupakan air yang disuling (gatau dari apa) n dikasi perlakuan2 kimia. Tapi si air biasa/air dingin keran bisa langsung diminum. Kalau di Indonesia sebaiknya jangan yaa. Jadi ga perlu takut kehausan terus ga punya duit buat beli *qua. Karena kalau beli harganya mahal, dan bisa jadi juga salah beli yang sparkling water (kejadian nih waktu itu kita) yang rasanya ga enak blas.

Nah, mungkin itu dulu ceritanya. Jujur cukup nyesel karena ga langsung nulis waktu itu jadi ga banyak detail yang diingat, tapi semoga next time bisa mampir ke sana lagi dan bikin dokumentasi yang lebih baik.

No comments:

Post a Comment