Apa itu mikturisi?
Refleks Mikturisi
Refleks mikturisi melibatkan sistem saraf pusat
dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat yang terlibat dalam refleks
mikturisi adalah medula spinalis bagian sakrum dan otak di bagian korteks
serebri. Sedangkan sistem saraf perifer yang terlibat adalah sistem saraf
otonom yakni saraf parasimpatis. Meski diatur oleh saraf otonom, refleks ini
nantinya dapat ditahan secara sadar dan melibatkan kerja dari korteks serebri. Berikut
ini adalah urutan bagaimana timbulnya rasa ingin buang air kecil.
Ketika vesika
urinaria terisi oleh sedikitnya 200 ml urin, tekanan di dalam vesika urinaria
naik, dan strecth receptor pada
dinding vesika urinaria mengirimkan impuls melalui saraf aferen menuju medula
spinalis bagian sakrum segmen S2 dan S3 yang memicu terjadinya refleks
mikturisi.1,2
Serabut
motorik parasimpatis pada saraf pelvis membawa impuls kembali ke vesika
urinaria dan merangsang otot detrusor untuk berkontraksi dan berakibat pada
meningkatnya tekanan hidrostatis dalam vesika urinaria.3 Kontraksi
otot detrusor inilah yang merupakan aktor utama dalam pengosongan vesika
urinaria.
Saraf
parasimpatis juga membuat sfingter uretra internal berelaksasi, dan menghambat
saraf motorik yang membuat sfingter uretra eksternal berkontraksi. Ketika
kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter uretra inilah mikturisi
terjadi. Namun, tidak secepat itu karena nyatanya kita dapat menahan rasa ingin
buang air kecil dan di sinilah peran saraf somatis.
Impuls pada
medulla spinalis tersebut juga diteruskan oleh interneuron menuju thalamus dan
menimbulkan sensasi
Selanjutnya
sensasi penuhnya kantung kemih itu diteruskan ke korteks serebri hingga seseorang
sadar bahwa ia ingin buang air kecil
Saat itulah,
otot sphincter urethra eksterna akan berkontraksi secara sadar untuk menahan
buang air kecil sampai orang tersebut menemukan waktu dan tempat yang pas untuk
buang air kecil. Namun, perlu diketahui bahwa waktu untuk menahan rasa ingin
buang air kecil ini terbatas. Jika volume urin dalam vesika urinaria sudah
mencapai kurang lebih 500 ml, tekanannya yang semakin tinggi itu cukup untuk
membuka sfingter uretra internal yang otomatis merelaksasikan sfingter uretra
eksternal, sehingga mikturisi pun terjadi.
Urinary incontinence
Merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat mengontrol atau menahan
rasa ingin buang air kecil. Hal ini seringkali terjadi pada balita usia 2
sampai 3 tahun dan pada lansia. Namun, ada juga yang terjadi pada orang dewasa.
Terdapat 4 tipe urinary incontinence1, antara lain:
- Stress incontinence
Biasa terjadi pada wanita berusia muda dan
pertengahan yang otot pada pelvisnya lemah. Hal ini terjadi akibat tekanan
fisik yang meningkatkan tekanan perut seperti batuk, bersin, tertawa, berlatih,
mengejan, mengangkat benda berat, dan kehamilan yang menyebabkan bocornya urin
dari vesika urinaria.
- Urge incontinence
Biasa terjadi pada orang lanjut usia, di mana
seseorang sering dan tiba-tiba ingin buang air kecil, dan tidak bisa menahannya
sehingga sering terjadi urinasi involunter. Bisa disebabkan oleh adanya suatu
infeksi atau batu ginjal, stroke, dan cedera medulla spinalis.
- Overflow incontinence
Merupakan proses urinasi yang tidak sadar terjadi
akibat lemahnya kontraksi otot-otot
vesika urinaria
- Functional incontinence
Merupakan lepasnya urin dari vesika urinaria
dikarenakan tidak bisa menemukan toilet di waktu tersebut sebagai akibat dari
kondisi tubuh yang lemah, misalnya terkena stroke, artritis, ataupun alzheimer.
Referensi
- Tortora, Gerard J., Derrickson, Bryan. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. Wiley. 2011.
- Guyton, Arthur C., Hall, John E. Textbook of Medical Physiology. 11th edition. 2006.
- Martini. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 9th edition. 2012.
No comments:
Post a Comment