Tuesday, December 4, 2012

Refleks Mikturisi

Sebagai Lembar Tugas Mandiri Diskusi Collaborative Learning Modul Ilmu Biomedik Dasar

Apa itu mikturisi?

Mikturisi dalam bahasa sehari-hari sering disebut sebagai berkemih. Secara istilah mikturisi yang juga disebut urinasi adalah keluarnya urine dari vesika urinaria.1,2 Mikturisi merupakan tahap akhir dari sistem ekskresi yang melibatkan ginjal sebagai organ tempat terbentuknya urine. Urine yang terbentuk di ginjal selajutnya melewati ureter, saluran yang menghubungkan ginjal dengan kantung kemih atau vesika urinaria. Urine bisa sampai di vesika urinaria berkat gerak peristaltik dinding ureter yang panjangnya mencapai 30 cm.3 Ketika sudah sampai di vesika urinaria, urine akan ditampung terlebih dahulu hingga mencapai volume tertentu yang akan memunculkan suatu keinginan untuk buang air kecil (membuang urin melalui uretra) yang diatur oleh suatu koordinasi yang disebut refleks mikturisi.

Refleks Mikturisi
Refleks mikturisi melibatkan sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat yang terlibat dalam refleks mikturisi adalah medula spinalis bagian sakrum dan otak di bagian korteks serebri. Sedangkan sistem saraf perifer yang terlibat adalah sistem saraf otonom yakni saraf parasimpatis. Meski diatur oleh saraf otonom, refleks ini nantinya dapat ditahan secara sadar dan melibatkan kerja dari korteks serebri. Berikut ini adalah urutan bagaimana timbulnya rasa ingin buang air kecil.
Ketika vesika urinaria terisi oleh sedikitnya 200 ml urin, tekanan di dalam vesika urinaria naik, dan strecth receptor pada dinding vesika urinaria mengirimkan impuls melalui saraf aferen menuju medula spinalis bagian sakrum segmen S2 dan S3 yang memicu terjadinya refleks mikturisi.1,2
Serabut motorik parasimpatis pada saraf pelvis membawa impuls kembali ke vesika urinaria dan merangsang otot detrusor untuk berkontraksi dan berakibat pada meningkatnya tekanan hidrostatis dalam vesika urinaria.3 Kontraksi otot detrusor inilah yang merupakan aktor utama dalam pengosongan vesika urinaria.
Saraf parasimpatis juga membuat sfingter uretra internal berelaksasi, dan menghambat saraf motorik yang membuat sfingter uretra eksternal berkontraksi. Ketika kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter uretra inilah mikturisi terjadi. Namun, tidak secepat itu karena nyatanya kita dapat menahan rasa ingin buang air kecil dan di sinilah peran saraf somatis.
Impuls pada medulla spinalis tersebut juga diteruskan oleh interneuron menuju thalamus dan menimbulkan sensasi
Selanjutnya sensasi penuhnya kantung kemih itu diteruskan ke korteks serebri hingga seseorang sadar bahwa ia ingin buang air kecil
Saat itulah, otot sphincter urethra eksterna akan berkontraksi secara sadar untuk menahan buang air kecil sampai orang tersebut menemukan waktu dan tempat yang pas untuk buang air kecil. Namun, perlu diketahui bahwa waktu untuk menahan rasa ingin buang air kecil ini terbatas. Jika volume urin dalam vesika urinaria sudah mencapai kurang lebih 500 ml, tekanannya yang semakin tinggi itu cukup untuk membuka sfingter uretra internal yang otomatis merelaksasikan sfingter uretra eksternal, sehingga mikturisi pun terjadi.

Urinary incontinence
Merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat mengontrol atau menahan rasa ingin buang air kecil. Hal ini seringkali terjadi pada balita usia 2 sampai 3 tahun dan pada lansia. Namun, ada juga yang terjadi pada orang dewasa. Terdapat 4 tipe urinary incontinence1, antara lain:
  • Stress incontinence

Biasa terjadi pada wanita berusia muda dan pertengahan yang otot pada pelvisnya lemah. Hal ini terjadi akibat tekanan fisik yang meningkatkan tekanan perut seperti batuk, bersin, tertawa, berlatih, mengejan, mengangkat benda berat, dan kehamilan yang menyebabkan bocornya urin dari vesika urinaria.
  • Urge incontinence

Biasa terjadi pada orang lanjut usia, di mana seseorang sering dan tiba-tiba ingin buang air kecil, dan tidak bisa menahannya sehingga sering terjadi urinasi involunter. Bisa disebabkan oleh adanya suatu infeksi atau batu ginjal, stroke, dan cedera medulla spinalis.
  • Overflow incontinence

Merupakan proses urinasi yang tidak sadar terjadi akibat lemahnya kontraksi otot-otot  vesika urinaria
  • Functional incontinence

Merupakan lepasnya urin dari vesika urinaria dikarenakan tidak bisa menemukan toilet di waktu tersebut sebagai akibat dari kondisi tubuh yang lemah, misalnya terkena stroke, artritis, ataupun alzheimer.

Referensi

  1. Tortora, Gerard J., Derrickson, Bryan. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. Wiley. 2011.
  2. Guyton, Arthur C., Hall, John E. Textbook of Medical Physiology. 11th edition. 2006.
  3. Martini. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 9th edition. 2012.

No comments:

Post a Comment