Monday, November 2, 2015

FCP 2 Pulmonologi RSP Persahabatan

Setelah empat hari yang penuh dengan tetes air mata melihat pasien mungil tanpa dosa yang menanggung berbagai penyakit berat di Departemen Anak RSCM, empat hari berikutnya kami belajar di Departemen Pulmonologi di RS Paru Persahatan. Mendengar namanya, terasa sedikit merinding, karena sudah sering kami dengar dari senior tentang begitu infeksiusnya rumah sakit ini.


Ada saja kasus di mana mahasiswa yang terserang TB, sebuah penyakit infeksi yang di Indonesia masih bukan main banyaknya. Berbagai petuah untuk memakai masker dan makan yang banyak serta menjaga agar tubuh tetap fit sudah diterima. Memang di rumah sakit ini, ada area-area yang wajib menggunakan masker, namun tentunya tidak di semua tempat. Aku semakin sadar betapa berbahayanya bekerja di rumah sakit, menjadi tenaga kesehatan apalagi yang menangani masalah-masalah infeksi. Biological hazard ada di depan mata, tak hanya mengancam kita namun juga keluarga di rumah jika kita sampai membawa kuman-kuman itu pulang bersama dengan sneli kita, atau baju kita atau tas kita mungkin, dan yang paling sering adalah di telapak tangan kita sendiri. Berbagai standard patient safety sudah sering kami dengar, agar senantiasa mencuci tangan dengan enam langkah di lima waktu. Bermodal doa dan usaha untuk tetap menjaga tubuh tetap fit, aku yang awalnya sempat takut datang ke RSP pun pasrah pada Allah, berharap Ia menguatkan sistem imunku ke level yang semakin tinggi.
Di hari pertama RSP, kami datang ke Ruang Rawat Anggrek, di sini bukanlah area infeksius jadi menggunakaan masker bukanlah kewajiban. Pasien yang di rawat di sini adalah yang punya penyakit paru kronik atau keganasan yang tidak menular sama sekali. Kami sempat bertemu pasien geriatri yang terkena kanker paru. Di sinilah kali pertama aku melihat pasien yang jika bernapas dadanya tertinggal sebelah, dan suara perkusinya bukan lagi sonor melainkan redup. Foto toraks pasien ini menunjukan menumpulnya sudut costofrenikus, menunjukkan adanya efusi pada pleuranya.
Di hari kedua RSP (ini yang paling menegangkan), kami harus ke bangsal infeksius yang isinya adalah pasien dengan penyakit paru menular. Di sini kami wajib mengenakan masker. Dan lagi-lagi kami menemui pasien geriatri. Tidak seperti anak yang aku iba karena masih belum berdosa, jika bertemu pasien geriatri aku selalu iba betapa pasien tersebut sudah melalui berbagai lika liku kehidupan yang berat dan betapa kompleksnya masalah yang dipunyai oleh geriatri. Mulai dari fungsi faal tubuh yang menurun, rasa kesepian, dan lain-lain. Aku selalu membayangkan kelak aku akan tua seperti mereka, namun aku tak mau sakit (semua orang tak mau). Kedua kakek yang aku temui di RSP ini memberikanku pelajaran bahwa Life must go on, meskipun penyakit menggerogoti, tapi semangat harus tetap ada!
Di hari ketiga RSP aku kembali ke Anggrek, dan kali ini pasiennya seumuran denganku, ya hanya setahun lebih tua. Abang ini tampak seperti orang sehat, ia juga ramah kepada kami. Tubuhnya  juga terlihat sehat, kecuali beberapa venektasi di kulit dada dan rambutnya yang dicukur habis tampak seperti pasien kemoterapi. Apa yang membuatku kaget adalah diagnosisnya yang terkena keganasan di mediastinum jenis teratoma. Aku terdiam mendengar dokter yang mendampingi kami saat itu yang menjelaskan tentang begitu sedihnya nasib pasien tumor mediastinum, karena biasanya tumor itu menyerang usia muda, dan hidupnya pun tak lama lagi (prognosis ad vitam malam). :( Lantas aku merenung, Ya Allah, pengetahuan tentang kematian hanya ada di tanganMu, apapun ramalan dokter tentang prognosis seseorang itu hanyalah statistik belaka. Bahkan seseorang yang tak punya penyakit berprognosis buruk sepertiku pun tidak tahu apakah hidupnya lama atau tidak...
Di hari keempat, aku ke poli Asma. Di sini juga bukan tempat yang infeksius. Kami tidak memeriksa pasien opname melainkan pasien yang sedang kontrol. Di sini diajarkan juga berbagai bentuk sediaan obat asma yang salah satunya pernah kumiliki dulu. Ya, aku mantan pengidap asma yang entah sejak aku SMP sudah tidak pernah kambuh lagi, alhamdulillah...

Ya begitulah empat hariku di RSP. Singkat padat dan bermakna.
Kelak aku akan kembali ke sini untuk ko as stase Pulmo. Sampai jumpa RSP :)

No comments:

Post a Comment