Terkadang aku rindu, rindu akan masaku dahulu, manakala aku masih punya nama, ketika semua orang masih memandangku sebagai sosok yang tampan nan kekar. Waktu itu, kulit dan ototku masih kencang dan bersinar hingga berani menantang sinar matahari. Itulah masa di mana aku masih berdiri tegap sebagai pemuda yang gagah perkasa. Tapi suatu ketika aku terjatuh, jatuh di liang kenistaan. Aku semakin tua, aku renta... Tubuhku yang dulu kekar, jadi ringkih dan tertatih. Tiada lagi yang peduli dengan aku yang tua ini. Hidupku di muka bumi semakin tak jelas arah dan tujuannya. Hingga tiba satu saat aku....
mati...
Kematianku pun, tiada seorang yang peduli. Kepergianku, tiada seorang yang merindukan. Hingga jasadku, tiada orang yang mau menguburkan. Aku malah terdampar di tempat ini. Ruang yang sesak dengan bau formalin, ruang yang penuh dengan meja-meja berisi mayat sepertiku.
Kini aku terlihat sangat menyedihkan. Aku hanya seonggok daging berlumur formalin yang terkapar di atas meja bangsal potong... Aku sudah tak berdaya. Bahkan aku tak mampu melawan saat mereka semua menyakitiku. Ya, mereka... bocah-bocah yang selalu memakai jas putih, lengkap dengan masker, dan sarung tangannya ketika masuk ke tempat ini. Aku dibiarkan kedinginan, tanpa pakaian.. Bahkan, aku dikuliti... Kulitku yang dulu bersinar menantang matahari kini habis, habis disayat olehnya. Tampaknya itu tak cukup memuaskan mereka. Kepalaku dipecah, dibelah menjadi dua, diambilnya otakku, dipisahkannya dari lapisan duramaterku... Mereka belah dadaku, demi melihat jantung paru dan hatiku. Mereka hancurkan rusukku terlebih dahulu, menyayat semua otot di tubuhku. Tanpa ragu.
Otakku, mereka letakkan di atas nampan, membawanya pergi, terpisah dari tubuhku. Aku sudah tak tau lagi, dimana otakku berada. Apakah masih satu kesatuan utuh, ataukah sudah terpisah cerebrum dan cerebellumnya, atau sudahkah ia terbelah sagital hingga tampak corpus callosum di sana.
Jika boleh aku ingin berteriak, berteriak kesakitan, berteriak mengaduh, minta tolong kepada kamu semua untuk membawaku pergi dari tempat mengerikan ini. Biarkan aku menyatu dengan tanah lengkap dengan semua anggota tubuhku.
Ah... tapi aku tak bisa...
Sudah takdirku di sini bersama dengan mayat-mayat lain yang nasibnya sama sepertiku. Entah kapan, aku bisa menyatu dengan tanah. Entah kapan aku dipensiunkan sebagai kadaver pembelajaran. Aku tahu, aku di sini dijadikan bahan belajar. Bukan untuk dipermainkan. Rasa sakitnya tetap sama, tapi setidaknya ada secercah harapan dariku. Aku yang sudah terbujur kaku di sini hanya bisa menatap nanar pada mereka yang mengobservasiku, berharap mereka benar-benar mendapatkan ilmu dari tubuhku. Berharap mereka yang menghafal setiap titik tubuhku yang sebenarnya juga mereka miliki itu, benar-benar menjadi seorang penolong bagi manusia lain. Aku paham akan niat mulia mereka. Aku tahu bahwa mereka pun tak mudah menjalani ini semua bersamaku.
Tapi aku yakin, kesungguhan akan membawa mereka semua ke puncak impian mereka.
#ujian praktikum anatomi modul neurosains 2012 @ bangsal potong departemen anatomi fakultas kedokteran universitas indonesia.