Monday, October 21, 2013

Proses Pemulihan Jaringan pada Sistem Dermatomuskuloskeletal dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Hai hai, kali ini Nita mau share info tentang pemulihan jaringan setelah trauma, semoga bermanfaat ya Rek ;) FYI: tidak untuk dijadikan referensi, kalau mau referensi langsung ada di bawah oke (y)

I. Pendahuluan

Sistem dermatomuskuloskeletal merupakan gabungan dari dua sistem yaitu sistem integumen dan sistem muskuloskeletal. Sistem ini terdiri atas kulit dan jaringan penunjang, otot rangka, tulang, dan tulang rawan. Pada masing-masing komponen tersebut, dapat juga ditemukan jaringan ikat yang menunjang baik secara struktural maupun fungsional dari jaringan utamanya.

Baik kulit, otot, maupun tulang, ketiganya dapat mengalami cedera yang disebabkan oleh kecelakaan. Tulang yang merupakan jaringan keras, strukturnya dikelilingi oleh jaringan lunak. Jika terjadi cedera pada tulang maka akan menyebabkan cedera pada jaringan lunak sekitarnya. Dan apabila fraktur tersebut sifatnya terbuka, maka terdapat luka atau cedera pada kulit yang meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Apabila terjadi cedera, jaringan-jaringan tersebut memiliki kapasitas untuk mengembalikan fungsi normalnya. Namun, kapasitas dan mekanisme regenerasi antar jaringan tersebut tidaklah sama. Di samping itu, terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pemulihan jaringan.




II. Pembahasan

A. Pemulihan Tulang

Tulang merupakan jenis jaringan ikat khusus yang telah mengalami diferensiasi dan spesialisasi yang tinggi. Karenanya, tulang memiliki kapasitas bereaksi yang terbatas dalam menghadapi kondisi yang abnormal. Reaksi yang dilakukan oleh tulang saat terpapar dengan kondisi abnormal di antaranya: kematian lokal, perubahan deposisi tulang, perubahan resorpsi tulang, dan kegagalan mekanik atau fraktur. Kematian lokal terjadi saat suatu area tulang tidak menerima suplai darah sama sekali. Kematian sel ini menjadi suatu abnormalitas lain yang menyebabkan jaringan di sekitarnya bereaksi dengan melakukan perubahan deposisi atau perubahan resorpsi. Sementara itu, fraktur terjadi apabila tulang menerima gaya berlebih dan gagal menahan tegangan yang ada, contohnya saat terjadi kecelakaan.1

Tulang yang mengalami fraktur dapat melakukan regenerasi. Adapun tahapan pemulihan fraktur secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut:

  • Inflamasi, terjadi pendarahan pada situs fraktur dan jaringan lunak di sekitarnya menyebabkan hematoma yang menyediakan sumber sel hematopoietik yang dapat menyekresikan faktor pertumbuhan. Pada situs fraktur ditemukan sel fibroblas, sel mesenkimal, dan osteoprogenitor. Ditemukan juga jaringan granulasi pada ujung fraktur.2 Jaringan granulasi terbentuk dari akumulasi makrofag, proliferasi fibroblas, dan angiogenesis.
  • Pembentukan callus, disebut juga proses repair. Respon callus primer akan muncul dalam 2 minggu. Awalnya callus ini masih lunak, namun melalui proses osifikasi endokondral, callus berubah menjadi tulang woven yang keras.2
  • Remodelling. Proses ini mulai selama pertengahan fase pemulihan dan belanjut hingga tulang nyaris sembuh. Dengan adanya proses remodelling, memungkinkan tulang untuk mempertahankan konfigurasi dan bentuk normalnya.2

Gambar 1. Pemulihan Tulang

Pemulihan fraktur dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang dikategorikan menjadi faktor biologis dan faktor mekanik. Faktor biologis meliputi usia pasien, status nutrisi, fungsi saraf, cedera vaskular, homon, faktor pertumbuhan, sterilitas, dan tipe tulang yang mengalami fraktur. Sedangkan, faktor mekaniknya antara lain: perlekatan jaringan lunak pada tulang, stabilitas, lokasi anatomis, dan lain-lain.2

Salah satu faktor pemulihan fraktur adalah faktor pertumbuhan. Pada situs fraktur, sel-sel lokal menyekresikan faktor pertumbuhan yang terlibat dalam proses pemulihan fraktur, salah satunya di antaranya BMP, TGF-β, IGF-II, dan PDGF.1,2 BMP (Bone Morphogenic Protein) memiliki sifat osteoinduktif dan merangsang sel mesenkim pervaskular untuk menghasilkan tulang pada situs fraktur. TGF-β merangsang sel mesenkim untuk menghasilkan kolagen tipe II dan proteoglikan. Ia juga merangsang osteoblas untuk menyintesis kolagen. Hal ini digunakan untuk mengatur pembentukan tulang dan tulang rawan pada callus. IGF-II merangsang kolagen tipe I, proliferasi sel, sintesis matriks tulang rawan, dan pembentukan tulang. PDGF atau Platelet-derived Growth Factor berperan dalam faktor kemotaktik yang menarik sel radang untuk menuju situs fraktur.2

Dalam proses pemulihan tulang, hormon turut berperan dan memberikan efek melalui suatu mekanisme tertentu. Hormon kortison, cenderung berefek negatif karena ia menurunkan proliferasi callus. Berlawanan dengan hormon pertumbuhan yang meningkatkan volume dari callus. Sementara itu, TH dan PTH turut berperan dalam merangsang remodelling tulang.2

B. Pemulihan Otot

Serat otot yang telah matur kehilangan kemampuannya untuk melakukan pembelahan sel,3 sehingga reaksi yang terjadi saat otot mengalami kelainan maupun cedera terbatas pada: atrofi, hipertrofi, nekrosis, kontraktur, dan regenerasi.1 Ketika terjadi cedera, otot rangka memiliki mekanisme pemulihan yang diperantarai oleh sel punca khusus yaitu sel satelit. Adapun tahapan regenerasinya antara lain: inflamasi, aktivasi dan diferensiasi sel satelit, dan maturasi.4


  • Inflamasi. Dalam fase ini, makrofag bersama dengan neutrofil menjalankan fungsinya sebagai fagosit yang memakan debris nekrotik. Namun ternyata, makrofag juga dapat menginisiasi regenerasi otot dengan ekspresi CD163+ antiinflamasi.4
  • Aktivasi dan diferensiasi sel satelit. Sel satelit merupakan sel punca khusus yang terletak di basal lamina serat otot yang bertanggung jawab untuk regenerasi otot. Ia mampu berproliferasi dan menyatu dengan serat otot sehingga bertanggung jawab pula dalam kompensiasi hipertrofi. Penelitian eksperimental yang dilakukan dengan mencangkokkan satu miofibril beserta dengan sel satelitnya, dapat menghasilkan lebih dari 100 miofibril baru dengan ribuan inti.4 Sekitar dua hari setelah cedera terjadi, sel satelit mengalami proliferasi yang dipacu oleh berbagai sinyal, salah satunya NO. Proliferasi ini menghasilkan dua jenis sel yaitu sel punca baru yang belum berdiferensiasi, dan prekursor miogenik yang akan menjadi serat otot. Untuk menjadi serat otot yang fungsional, terjadi berbagai proses ekspresi gen yang sangat kompleks dan harus tepat pada waktunya.4
  • Maturasi. Fase ini merupakan penutup dari regenerasi otot. Apabila berlangsung dengan baik maka otot akan dapat berfungsi normal kembali. 

Adapun faktor krusial yang mempengaruhi regenerasi otot adalah kondisi dari basal lamina serat otot di mana terdapat sel satelit. Jika basal lamina masih utuh, sel satelit dan miotube dapat berproliferasi dan menyatu untuk membentuk serat otot normal dalam waktu yang singkat.4

C. Pemulihan Kulit

Terdapat dua jenis pemulihan kulit berdasarkan kedalaman kerusakan yang terjadi. Apabila kerusakan berada di level epidermis seperti misalnya terjadi abrasi atau luka bakar minor, maka sel basal dari lapisan epidermis akan berproliferasi untuk menutup luka tersebut. Sel dari lapisan basal membesar dan bermigrasi ke daerah luka sampai terjadi kontak dengan sel di sisi lawannya. Proses ini diatur oleh hormon yang disebut epidermal growth factor. Adapun mekanisme yang mengatur berakhirnya proses ini adalah inhibisi kontak, suatu respon seluler di mana sel epidermis akan berhenti untuk bermigrasi ketika telah mengalami kontak dengan sel lain di semua sisinya.3


Gambar 2. Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka yang sampai ke level dermis membutuhkan proses yang lebih kompleks. Di samping itu, kemungkinan munculnya jaringan parut juga lebih besar, sehingga sulit untuk benar-benar kembali seperti semula. Adapun fase dalam penyembuhan luka dalam, antara lain: inflamasi, migrasi, proliferasi, dan maturasi.3
  • Inflamasi, merupakan respon yang pertama terjadi setelah terjadi luka. Pada fase ini, terbentuk bekuan darah pada luka dan tentunya terjadi inflamasi, berupa vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah. Dengan adanya resepon vaskular tersebut, sel leukosit fagositik dapat menembus dan memfagosit mikroba yang ada. Di samping sel leukosit, sel mesenkim yang akan berkembang menjadi fibroblas juga datang.3
  • Migrasi, pada fase ini darah yang membeku berubah menjadi keropeng dan sel epitel bermigrasi di bawahnya sehingga menutup luka itu di sebelah dalam keropeng. Selama proses ini juga, fibroblas yang berasal dari sel mesenkim mulai untuk menghasilkan serat kolagen dan glikoprotein. Kedua substansi tersebut seringkali disebut sebagai jaringan parut atau scar. Sementara itu, pembuluh darah yang mengalami kerusakan juga mulai tumbuh kembali di fase ini.3
  • Proliferasi, merupakan kelanjutan dari fase migrasi. Pada fase ini, pertumbuhan epitel di bawah keropeng dan juga pembuluh darah berlanjut. Serat kolagen yang diproduksi oleh fibroblas mulai terdeposisi dengan pola tidak beraturan.3
  • Maturasi, adalah fase terakhir di mana keropeng lepas ketika epidermis telah kembali ke ketebalan normalnya. Serat kolagen mulai terorganisir, jumlah fibroblas menurun, dan pembuluh darah kembali normal.3

Terjadinya fibrosis atau pembentukan jaringan parut pada proses pemulihan kulit menyebabkan adanya bekas luka. Bagi sebagian besar orang, bekas luka ini sangat mengganggu karena berkaitan dengan estetika. Namun ternyata adanya jaringan parut tidak hanya berkaitan dengan estetika, melainkan juga dengan fungsi dari kulit tersebut. Serat kolagen yang lebih banyak pada jaringan parut menyebabkan penurunan elastisitas dan pembuluh darah yang ada pada jaringan ini lebih sedikit. Hal ini menyebabkan fungsi kulit menjadi kurang optimal.3

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemulihan luka, terbagi menjadi faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal terdiri dari infeksi dan oksigenasi. Sementara itu, yang termasuk dalam faktor sistemik antara lain: usia, nutrisi, hormon seks, stress, diabetes, pengobatan, obesitas, konsumsi alkohol, dan merokok.5

III. Penutup

Jaringan tulang, otot, dan kulit dapat melakukan pemulihan setelah mengalami cedera dengan kapasitas dan mekanisme yang berbeda satu sama lain.


IV. Referensi

  1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system. 3rd ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 1999. p29-28, 425-426.
  2. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of orthopaedics. 6th ed. Philadelphia: Saunders; 2012. p. 18-19.
  3. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 13th ed. Asia: JohnWiley & Sons Pte Ltd; 2011. p. 169-170.
  4. Ciciliot S, Schiaffino S. Regeneration of mammalian skeletal muscle: Basic implications. Current Pharmaceutical Design [serial on the internet]. 2010 [cited 2013 October 28];16(8):[about 9 p.]. Available from: http://www.benthamscience.com/cpd/openaccessarticles/cpd16-1/0002B.pdf
  5. Guo S, DiPietro LA. Factors affecting wound healing. J Dent Res. [serial on the internet]. 2010 [cited 2013 October 28];89(3):[about 10 p.]. Availale from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2903966/

No comments:

Post a Comment