Boleh dibaca nggak boleh dibajak ya, semoga bermanfaat :)
Kulit merupakan organ terbesar dan terluas yang menyusun tubuh manusia. Sebagai jaringan terluar dari tubuh, kulit yang secara langsung terpapar oleh lingkungan luar tubuh memiliki fungsi utama dalam hal proteksi. Kulit melindungi tubuh dari material maupun energi di lingkungan luar yang berpotensi merusak jaringan tubuh yang lain. Selain itu kulit juga mencegah kehilangan air. Di samping fungsi utama untuk proteksi, kulit juga memiliki banyak fungsi lain di antaranya termoregulasi, sensasi, ekskresi, absorpsi, metabolisme vitamin D, dan imunitas. Berbagai fungsi tersebut pada dasarnya bertujuan sama yaitu untuk mempertahankan homeostasis tubuh melalui interaksi atau hubungan dengan berbagai sistem organ yang lain. Berikut ini akan dibahas mengenai fungsi sensasi, ekskresi, absorpsi, dan imunitas dari kulit.
II. Pembahasan
A. Fungsi Sensasi
Kulit, sebagai jaringan yang letaknya paling luar dari tubuh, memiliki peran dalam menerima rangsang dari luar. Permukaan kulit yang terstimulasi oleh stimulus yang sesuai akan menimbulkan sensasi somatik yang disebut sensasi kutaneus. Stimulus tersebut diterima oleh reseptor yang terletak pada kulit maupun pada lapisan subkutan. Di dalam tubuh, reseptor tersebut tidak terdistribusi merata.1,2 Terdapat beberapa bagian tubuh yang memiliki kepadatan reseptor kulit lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain, yaitu: ujung lidah, ujung bibir, dan ujung jari. Adapun yang termasuk dalam sensasi kutaneus antara lain: taktil, termal, dan nyeri.1
Gambar 1. Struktur dan lokasi reseptor pada lapisan kulit dan subkutan
Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/34/Skin.jpg/250px-Skin.jpg
1. Sensasi Taktil
Sensasi taktil didapatkan dari stimulasi reseptor taktil yang terdapat di lapisan kulit maupun subkutan.1 Reseptor tersebut ada yang berupa ujung saraf bebas dan adapula yang terasosiasi dengan suatu struktur sel lain.2 Adapun yang termasuk dalam reseptor taktil antara lain: korpuskula meissner, pleksus akar rambut, merkel discs, korpuskula ruffini, korpuskula pacini, dan ujung saraf bebas. Stimulasi satu atau lebih reseptor tersebut akan menimbulkan sensasi taktil yang dapat berupa sentuhan, tekanan, getaran, gatal, maupun geli. Beberapa sensasi memiliki reseptor yang sama. Mekanoreseptor berkapsul yang berhubungan dengan serabut saraf A bermyelin dan berdiameter besar dapat menimbulkan sensasi sentuhan, tekanan, dan getaran. Ujung saraf lain yang berhubungan dengan serabut saraf C tidak bermyelin dan berdiameter kecil menimbulkan sensasi gatal dan geli.1
· Sensasi sentuhan secara umum didapatkan dari stimulasi reseptor taktil pada lapisan kulit maupun subkutan. Terdapat dua jenis reseptor berdasarkan kecepatan adaptasinya, yaitu reseptor sentuhan yang beradaptasi dengan cepat dan reseptor sentuhan yang beradaptasi dengan lambat. Reseptor sentuhan yang beradaptasi dengan cepat terdiri atas korpuskula meissner yang terletak di bagian papilla dermis dan pleksus akar rambut yang berupa suatu ujung saraf bebas terbungkus folikel rambut. Sementara itu, reseptor sentuhan yang beradaptasi dengan lambat terdiri dari merkel discs atau tactile discs atau mekanoreseptor kutaneus tipe 1 yang berkontak dengan sel merkel pada stratum basal epidermis dan korpuskula ruffini atau mekanoreseptor kutaneus tipe 2 yang terdapat dalam lapisan dermis.1
· Sensasi tekanan didapatkan dari stimulasi yang terjadi pada area lebih luas dan terjadi deformasi pada jaringan yang lebih dalam. Reseptor yang berperan dalam timbulnya sensasi ini antara lain: korpuskula meissner, merkel discs, dan korpuskula pacini yang merupakan ujung dendrit dengan jaringan ikat berlapis yang mengelilinginya.1,2
· Sensasi getar didapatkan dari stimulasi yang berulang atau repetitif pada reseptor korpuskula meissner dan pacini. Korpuskula meissner dapat mendeteksi getaran dengan frekuensi lebih rendah, sedangkan pacini dapat mendeteksi getaran yang frekuensinya lebih tinggi.1
· Sensasi gatal, terjadi akibat stimulasi ujung saraf bebas oleh zat kimia tertentu, misalnya bradikinin.1
· Sensasi geli, diperkirakan terjadi akibat stimulasi ujung saraf bebas, yang melibatkan peran serebelum dalam prosesnya karena geli hanya terjadi jika orang lain yang menyentuh kita, sementara jika menyentuh diri sendiri tidak akan terjadi geli.1
2. Sensasi Termal
Kulit dapat membedakan panas dan dingin. Menurut Tortora dan Bryan, pada kulit terdapat termoreseptor yang berupa ujung saraf bebas. Reseptor dingin terletak di stratum basal dan terasosiasi dengan serat saraf A bermyelin. Sedangkan, reseptor hangat yang jumlahnya tidak sebanyak reseptor dingin, terletak pada dermis dan terasosiasi dengan serat saraf C tak bermyelin.1
3. Sensasi Nyeri
Nyeri dapat terjadi akibat stimulasi pada nosiseptor, ujung saraf bebas yang ditemukan di semua jaringan kecuali otak. Suhu yang terlalu dingin atau panas, tekanan mekanik, maupun stimulasi kimia seperti prostaglandin yang dihasilkan oleh jaringan yang berjejas dapat mengaktifkan reseptor ini. Terdapat dua jenis nyeri yaitu nyeri akut dan kronik. Nyeri akut terjadi dengan cepat dan umumnya dapat diketahui secara tepat bagian tubuh mana yang mengalami nyeri. Sedangkan nyeri kronik terjadi lebih lambat namun lama dan melingkupi area lebih luas.1
B. Fungsi Ekskresi
Kulit turut berperan dalam mengeliminasi zat dari dalam tubuh. Meskipun bersifat waterproof, air masih dapat melakukan evaporasi melalui kulit. Dalam sehari, sekitar 400 ml air terevaporasi melalui kulit dan disebut sebagai insensible perspiration. Di samping itu, dengan adanya kelenjar keringat, kulit mengekskresikan keringat yang mengandung garam, karbon dioksida, amonia, dan urea. Seseorang yang sedenter dalam sehari rata-rata kehilangan 200 ml keringat, sedangkan orang dengan aktivitas tinggi akan kehilangan lebih banyak dari itu. Selain berfungsi mengeluarkan zat sisa, berkeringat atau sensible perspiration juga berperan dalam fungsi termoregulasi tubuh.1
C. Fungsi Absorbsi
Fungsi absorpsi yang dimiliki kulit memfasilitasi masuknya zat dari lingkungan eksternal menuju sel tubuh. Namun, tidak semua zat dapat masuk, melainkan hanya zat tertentu yang larut dalam lemak, termasuk di dalamnya adalah vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, dan gas yaitu oksigen dan karbon dioksida. Di samping itu, zat yang bersifat toksik seperti aseton, garam logam timbal, merkuri, dan arsenik, racun oak dan ivy juga dapat terabsorpsi oleh kulit. Fungsi absorpsi ini juga memungkinkan obat-obatan yang jalur administrasinya secara topikal mampu masuk hingga bagian dermis kulit. Contoh dari obat-obatan tersebut adalah obat antiinflamasi yang menghambat produksi histamin oleh sel mast.1
D. Fungsi Imunitas
Kulit memegang peranan dalam sistem imunitas, khususnya imunitas bawaan. Imunitas bawaan terdiri dari barier epitel, sel-sel pada jaringan dan sirkulasi, serta protein plasma. Kulit tersusun atas jaringan epitel yang mencegah masuknya mikroba. Disintegrasi jaringan epitel akan meningkatkan kemungkinan munculnya infeksi. Selain itu, sel epitel juga mampu memproduksi peptida yang bersifat antimikroba yaitu peptida defensin dan cathelicidin. Peptida ini diproduksi sebagai respon terhadap sitokin maupun aktivitas dari mikroba.3
Selain epitel, kulit juga mengandung sel yang berfungsi dalam imunitas yaitu sel langerhans dan makrofag. Sel langerhans yang ditemukan pada stratum spinosum lapisan epidermis berfungsi dalam mengaktifkan sistem imun dengan mengenali mikroba yang berpotensi menimbulkan bahaya. Sedangkan makrofag pada dermis berperan dalam fagositosis bakteri dan virus.1
III. Penutup
Kulit merupakan organ yang sangat esensial berkaitan dengan fungsi-fungsinya yang tidak dapat digantikan oleh jaringan lain. Oleh karena itu, kesehatan kulit harus senantiasa dijaga agar dapat memberikan perlindungan dan fungsi maksimal bagi tubuh kita.
Referensi
1. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 13th ed. John Willey & Sons; 2011.
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York: Mc Graw Hill; 2008.
3. Abbas AK, Licthman AH, Pillai S. Cellular and molecular immunology. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.