Finally, trip itu bukan hanya jadi wacana. Setelah usai perjuangan UKMPPD dan resmi menyandang gelar baru, aku dan "geng belajar" merencanakan untuk pergi jalan2 bersama. Setelah berbagai diskusi akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Wonosobo dan mengunjungi Dataran Tinggi Dieng! Sayangnya waktu itu ngga bisa fullteam, Sarah dan Hafiz baru saja pulang
Ceritanya kumpul di Lawson Salemba Tengah, menunggu Travel yang tak kunjung datang... |
Perjalanan Jakarta Wonosobo memakan waktu lebih dari 12 jam. Aku sudah menyiapkan playlist di dalam USB yang berisi lebih dari 100 lagu jadul sampai jamanow sebagai bekal perjalanan panjang ini. Perbekalan untuk kemaslahatan gaster kita juga sudah siap sedia. Perjalanan malam sampai siang itu alhamdulillah selamat sampai tujuan walaupun di tengah2 ada berbagai kebalaan, mulai kehebohan akibat baby cockroach, bapak driver yang mengantuk, sampai travel kami yang nyerempet motor orang (motornya jatuh orangnya alhamdulillah tetap berdiri tegak dan sehat walafiat walaupun marah2.. Maaf ya Pak)
Kami sampai di rumah Fahmi sekitar pukul 1 siang dan berpisah dengan Bapak Driver travel yang Njowo banget sampai anak2 ngga ada yang nyambung ngomong sama beliau kecuali aku. Hawa sejuk dan kehangatan keluarga Fahmi menyapa kami. Dasar anak2 kelaparan, kami sangat senang dapat suguhan tempe kemul dan nasi megono khas Wonosobo. Ada juga geblek dan berbagai jajanan yang langsung seketika memenuhi perut kami semua. Fahmi sudah memesankan sebuah mobil elf untuk kami bersembilan berkeliling. Setelah kenyang kami melanjutkan perjalanan ke Dieng yang masih memakan waktu kurang lebih satu jam lamanya. Kami menuju ke penginapan lalu bergegas mandi dan bersiap untuk langsung melakukan tour sore ini menuju destinasi pertama kami yaitu:
Telaga Warna.
Oneshot dan Telaga Warna |
Sudah lelah dan puas berkeliling berfoto ria di Telaga Warna, kami pun kembali ke Tani Jiwo, penginapan murah meriah kekinian dan memakai konsep imperfections dalam desain interiornya. Kayu yang tidak diplitur, lantai kamar mandi tanpa keramik dan cukup dengan diplester, dan berbagai keunikan lain di namun tetap nyaman. Malam itu kami memutuskan untuk mencari warung di sekitar untuk mengenyangkan perut (alhamdulillah ada yang jual pecel ayam n pecel lele) dan berlanjut dengan main games kartu dan werewolf sampai larut malam. Mengingat besok harus bangun pagi pagi buta demi mengejar sunrise di bukit sikunir, kami pun beristirahat dan titip untuk saling membangunkan.
28 Juli 2018
Dingin menusuk hingga ke sumsum tulang dan dengan beratnya harus kusibak selimut tebal yang semalaman membuntal tubuhku ini. Dini hari, di dataran tinggi macam Dieng, entah berapa derajat suhunya, geligiku mulai gemertak. Demi perjalanan yang mungkin hanya sekali seumur hidup ini aku coba membuka kelopak mataku yang rasanya enggan untuk terbuka. Setelah cuci muka, sikat gigi, dan memakai baju serba dobel, bahkan tripel, aku menyeduh popmie yang ku beli semalam waktu pulang dari warung. Serasa sahur, tapi daripada aku harus mendaki dengan perut keroncongan mending ku ganjal dulu dengan sesuap popmie Ayam. Fahmi tidak menginap di tani jiwo, beberapa menit kemudian dia sudah datang bersama Mas.. *lupa namanya* yang menyetir mobil elf yang kami sewa. Perjalanan ke bukit sikunir dimulai, hari masih gelap dan bahkan belum masuk waktu subuh. Aku sudah menyiapkan mukena dan beberapa helai koran untuk solat di atas bukit.
to be continued
No comments:
Post a Comment