Sunday, February 25, 2018

Post OSCE Syndrome

Postingan ini ditulis pada beberapa menit setelah keluar dari arena ujian OSCE yang lebih horor dari lorong Rumah Sakit mana pun. OSCE alias Objective Structured Clinical Examination adalah sejenis ujian praktik yang umum dihadapi oleh para koas alias dokter muda untuk bisa lulus dari suatu stase maupun lulus dari institusi tempatnya menimba ilmu kedokteran.
Siang ini, dua puluh enam koas yang baru saja mengalami takikardi berjamaah menuju ke ruang karantina POST ujian. (dua puluh enam ini kloter yang ujian bareng aku, total ada skitar 160 mahasiswa dari kampus kuning tercinta) Biasanya, sehabis ujian yang dilakukan mahasiswa pada umumnya adalah membicarakan apa yang baru saja terjadi dan tentu itu juga terjadi kali ini. Tapi karena ruang karantina post ujiannya adalah lab komputer RIK jadilah kita bisa online nonton pilm dan melupakan sejenak kebalaan ujian hari ini. Tak lupa foto bersama teman seperjuangan di OSCE terakhir sebagai mahasiswa kedokteran yang tak kan terlupakan rasanya. Tapi, begitu keluar pintu osce dan mendengar bel terakhir tadi, rasanya ada yang hilang. Seperti menguap begitu saja dan meninggalkan setitik rasa hampa. Apa ini? Apa yang hilang?
Setelah aku merenung, aku menyadari bahwa dengan berakhirnya osce ini, ngga ada lagi alasan untuk setiap pagi belajar bareng teman-teman koplak di sudut langit IMERI, ngga ada lagi perdebatan membahas soal soal aneh yang kadang sampe berantem, ngga ada lagi try out atau progress test yang kita buat sendiri, ngga ada lagi main floating seven atau delivery d cost demi mengisi perut yang lapar di tengah belajar. Belum lama berpisah, aku sudah rindu.

Teruntuk tim ukmppd terbaik sepanjang masa: Iwan, Fahmi, Lily, Ami, Bella, Agnes, Hafiz, Cholis, Elva, Rendi, Sarah, Aldi.

Thanks!

di sudut imeri