Tulisan ini juga dimuat di
COVID-19 adalah penyakit infeksi saluran napas yang disebabkan oleh virus Corona tipe SARS-CoV-2. Sebagian besar virus Corona menyebabkan infeksi virus ringan yang dapat sembuh sendiri. Namun, terdapat 3 jenis virus Corona yang pernah mewabah dan dapat menyebabkan kematian yaitu: SARS-CoV yang menyebabkan SARS pada tahun 2002 dengan menginfeksi 8.098 orang; MERS-CoV yang menyebabkan MERS tahun 2012 yang menginfeksi 2.494 orang; dan SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19 dengan total kasus pertanggal 15 Maret 2020 adalah 156.116 orang. Di Indonesia, terdapat 96 kasus positif, 8 orang sembuh, dan 5 orang meninggal dunia.1
Jumlah kasus COVID-19 yang tinggi memiliki sisi negatif dan positif sekaligus. Sisi negatifnya adalah bahwa penyakit ini sangat mudah menular antar-manusia, padahal, penularannya dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pola hidup sehat masih kurang. Adapun sisi positifnya adalah kesadaran berobat masyarakat sudah lebih baik. Tanpa kesadaran yang baik, cakupan deteksi kasus tidak akan seluas ini. Semakin banyak kasus yang terdeteksi maka semakin banyak yang ditangani. Kemajuan teknologi diagnosis penyakit yang semakin canggih dan cepat menjadikan deteksi kasus semakin mudah. Di samping itu, kemajuan teknologi informasi turut memudahkan akses dan komparasi data dari seluruh dunia.
Angka
kematian COVID-19 relatif rendah (3%) jika dibandingkan SARS (9%), MERS (34%),
TBC (12%), dan ebola (50%).2 Angka 3% berarti didapatkan 3 orang
meninggal dunia dari 100 orang yang terinfeksi. Namun, angka kematian COVID-19
menjadi relatif meningkat pada kelompok tertentu misalnya orang dengan penyakit
pemberat lain seperti diabetes melitus, kanker, dll. Tugas kita adalah menekan
laju penularan agar kelompok rentan terlindung dari ancaman kematian akibat
COVID-19. Di samping itu, perlu kita ingat bahwa 3% di komunitas memang kecil secara angka, namun meninggalnya seseorang akan menjadi 100% kehilangan nyawa seorang anggota keluarga. Kita memang harus waspada, tetap berempati, namun tidak terlampau cemas.
WHO
mengklasifikasikan wabah COVID-19 ke dalam pandemi, artinya menyerang beberapa
negara/benua dan umumnya melibatkan banyak orang. Kemajuan teknologi
transportasi membuat mobilisasi manusia tidak terbatas. Sulit untuk melakukan
isolasi satu wilayah karena dapat bersinggungan dengan kepentingan politik dan
ekonomi. Di sisi lain, sangat mudah bagi penyakit infeksi dengan gejala ringan
untuk menjadi pandemi selama ada penularan antar-manusia. Seseorang yang mengalami infeksi
ringan bisa tetap masuk kerja atau bepergian lintas negara. Berbeda dengan
penyakit yang bergejala berat atau mematikan, di mana penderita umumnya tidak
mampu melakukan banyak aktivitas oleh karena kondisi kesehatannya sendiri. Kita
harus bijak menanggapi pandemi. Tingkatkan kewaspadaan, bukan justru kepanikan.
Masifnya penggunaan media sosial dan informasi yang menyajikan berita menakutkan
terkait COVID-19 justru membuat infodemi lebih mengancam ketentraman dunia
dibandingkan pandemi itu sendiri.
Sebagai
masyarakat, kita dapat berperan aktif dalam menekan laju penularan COVID-19
yaitu dengan menjaga pola hidup sehat. Cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir, melakukan olahraga rutin, makan dalam jumlah cukup dan bergizi
seimbang, menjaga kebersihan lingkungan, rutin memeriksakan diri ke fasilitas
kesehatan, dan segera memeriksakan diri jika merasa kurang sehat adalah
poin-poin penting yang perlu diaplikasikan. Jika batuk/bersin, gunakan masker
sekali pakai dengan benar, yaitu menutupi hidung dan mulut. Jika tidak ada
masker, gunakan tisu untuk menutup hidung dan mulut lalu buang ke tempat sampah
tertutup, diikuti dengan menyuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Jika
tidak ada tisu, gunakan sisi dalam lengan atas untuk menutup hidung dan mulut
saat batuk/bersin. Batasi agenda yang melibatkan banyak orang atau mengunjungi
tempat ramai. Jika merasa kurang sehat, sebaiknya setelah memeriksakan diri,
tetap mengisolasi diri di rumah. Hentikan share
info yang tidak jelas referensinya. Hentikan menimbun barang terutama masker.
Masker hanya diperuntukkan bagi orang yang sakit dan bagi para tenaga kesehatan
di situasi tertentu. Jika masker tidak terjangkau, bukan tidak mungkin kita
bersebelahan dengan pasien yang kehabisan masker. Prinsipnya adalah, berebut
pasti kurang, berbagi pasti cukup!
Bagi
tenaga kesehatan, saatnya mengencangkan ikat pinggang. WHO dan Kementerian telah
membuat panduan menghadapi wabah COVID-19. Setiap fasilitas kesehatan harus
mengkaji panduan tersebut serta membuat algoritma khusus yang secara teknis
sesuai dengan kondisi lapangan, termasuk bagaimana menjaring pasien suspek,
telusur kontak, langkah diagnosis, rujukan, pengiriman spesimen, serta
tatalaksana dan isolasi pasien. Pelaporan kasus juga penting sebagai bahan
pembelajaran, serta dasar penentuan kebijakan selanjutnya.
Pemerintah
dituntut membentuk kebijakan yang konkret, taktis, tidak sekedar meredam
kepanikan namun juga meningkatkan kewaspadaan. Pemerataan fasilitas kesehatan
di 17.000 pulau Indonesia bukan hal yang mudah, namun harus selalu diusahakan.
Menjaga garda terluar negeri dengan memperketat imigrasi dan skrining di
bandara/pelabuhan juga harus dipastikan terlaksana dengan optimal. Kebijakan teleworking, belajar di rumah bagi
siswa, hingga lock-down daerah terdampak
sebaiknya dipertimbangkan lebih lanjut demi menjaga keselamatan kelompok yang
rentan.
Media
harus lebih bijak dalam mengolah dan menyajikan informasi. Mohon tidak memotong
informasi penting demi judul bombastis, hanya untuk keperluan klik dari
pembaca. Bagikan informasi yang benar dan konstruktif, bukan hasil framing atau hoax yang destruktif. Media dan masyarakat juga harus bisa lebih
menghargai privasi. Data diri pasien bukanlah objek pemberitaan. Menjaga
kerahasiaan pasien menjadi sulit karena dinding privasi yang kini semakin
transparan.
Kita
semua patut prihatin dengan munculnya pandemi COVID-19, namun jangan lupa untuk
tetap bersyukur. Dengan adanya wabah, kampanye pola hidup bersih dan sehat menggaung
di seluruh dunia. Semoga perilaku hidup sehat dapat senantiasa dipertahankan.
Referensi
1.
Coronavirus COVID-19 Global Cases by the
Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University.
[internet] cited on 2020 March 15. Available on: https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/bda7594740fd40299423467b48e9ecf6
2.
Walls AC, Park YJ, Tortorici MA, Wall A,
McGuire AT, Veesler D. Structure, function, and antigenicity of the SARS-CoV-2
spike glycoprotein. [internet] cited on 2020 March 14. Available on: https://www.cell.com/cell/fulltext/S0092-8674(20)30262-2?dgcid=raven_jbs_aip_email
No comments:
Post a Comment