kHalo ini adalah hasil belajar di modul infeksi nosokomial, yang lagi-lagi masih ada tugas bernama LTM... Kali ini bahasannya tentang infeksi aliran darah terkait kateter yang merupakan infeksi nosokomial yang sangat berbahaya sehingga harus sebisa mungkin dicegah... Semoga bermanfaat, tapi jangan lupa untuk tidak plagiat! Terimakasih :)
A. PENDAHULUAN
Catheter-related blood stream infection atau yang dikenal sebagai CR BSI
masih menjadi masalah kesehatan di tengah modernisasi teknologi kesehatan masa
kini. Diperkirakan biaya tahunan untuk CR BSI pada pasien ICU di Amerika
mencapai 296 juta hingga 2,3 milyar dolar Amerika, serta diperkirakan 2.400
hingga 20.000 pasien meninggal setiap tahunnya akibat infeksi ini.1
Untuk dapat melakukan pencegahan perburukan pasien akibat infeksi ini,
pengetahuan mengenai manifestasi klinis serta cara diagnosis CR BSI menjadi
penting untuk dipelajari.
B. PEMBAHASAN
Definisi
CR
BSI merupakan salah satu dari sekian banyak infeksi intravaskular yang
berhubungan dengan kateter. Berikut adalah definisi dari istilah yang berhubungan
dengan infeksi intravaskular yang terkait kateter.2
Istilah
|
Definisi
|
Kolonisasi
kateter
|
Pertumbuhan signifikan
mikroorganisme pada kultur kuantitatif atau semikuantitatif dari ujung
kateter, pusat kateter, atau segmen kateter subkutan
|
Phlebitis
|
Indurasi atau eritema, panas, dan
nyeri atau tenderness di sekitar
situs keluar kateter
|
Infeksi
situs keluar
|
Mikrobiologi: eksudat pada situs
keluar kateter yang mengandung mikroorganisme dengan atau tanpa infeksi
aliran darah
Klinis: eritema, indurasi, dan/atau tenderness sebesar 2 cm di situs
keluar kateter, dapat berhubungan dengan tanda dan gejala infeksi lain,
seperti demam, atau pus dari situs keluar dengan atau tanpa infeksi aliran
darah
|
Tunnel infection
|
Tenderness,
eritema, dan/atau
indurasi >2cm dari situs keluar kateter, di sepanjang kateter subkutan,
dengan atau tanpa infeksi aliran darah
|
Pocket infection
|
Cairan yang terinfeksi di kantong
subkutan pada alat intravaskular terimplantasi, seringkali berhubungan dengan
tenderness, eritema, dan/atau
indurasi di atas kantong, ruptur spontan dan drainase, atau nekrosis pada
kulit di atasnya, dengan atau tanpa infeksi aliran darah
|
Infeksi aliran darah
|
Terkait infusate: pertumbuhan
organisme yang sama dari infusate dan kultur darah perkutan tanpa adanya
sumber infeksi yang diketahui
Terkait
kateter: bakteremia atau fungemia pada
pasien yang memiliki alat intravaskular diserta satu atau lebih hasil positif
kultur darah yang diambil dari darah vena perifer, manifestasi klinis infeksi
(demam, menggigil, hipotensi), dan tidak ada sumber infeksi aliran darah
selain kateter, ditambah dengan minimal satu dari kriteria berikut: hasil
positif kultur kateter semikuantitatif atau kuantitatif dengan ditemukan
organisme yang sama dari segmen kateter dan sampel darah perifer;
perbandingan hasil kultur darah kuantitatif sampel darah CVC : perifer lebih
dari atau sama dengan 5 : 1; DTP hasil positif dari CVC (central venous catheter) muncul 2 jam lebih awal daripada hasil
positif dari darah perifer.
|
Mermel LA, et al.
Management guidelines for catheter infections. CID 2001: 32; 1249-72.
|
Diagnosis
CR BSI
Manifestasi
klinis untuk CR BSI kurang dapat diandalkan untuk diagnosis infeksi
intravaskular terkait kateter karena lemahnya sensitivitas dan spesifisitasnya.
Adapun manifestasi klinis yang paling sensitif yaitu demam, sangat lemah
spesifisitasnya. Inflamasi atau discharge
purulen di sekitar situs insersi memiliki spesifisitas yang lebih besar
namun sensitivitasnya rendah. Jika ditemukan kultur darah yang positif untuk Staphylococcus aureus, Staphylococcus koagulase
negatif, atau spesies Candida, harus
ditingkatkan kecurigaan ke arah CR BSI. Apabila ditemukan perbaikan gejala
dalam 24 jam pasca pelepasan kateter, dapat mengarahkan diagnosis menuju CR BSI
namun tidak dapat membuktikan bahwa infeksi berasal dari kateter.3 Untuk
melakukan diagnosis CR BSI dapat dilakukan pemeriksaan kultur dengan kateter
yang dilepas atau tetap terpasang. Selain itu, dapat juga digunakan Rapid diagnostic techniques yang
menggunakan prinsip PCR (Polymerase Chain
Reaction) terhadap DNA ribosom 16S bakteri target. Namun, pemeriksaan ini
tidak rutin digunakan di laboratorium mikrobiologi klinik.
1. Pemeriksaan
kultur kateter intravena dengan pelepasan kateter
Kultur kateter dilakukan ketika
kateter dilepaskan akibat kecurigaan adanya CR BSI. Kultur kateter bukan
merupakan suatu pemeriksaan rutin. Adapun metode pemeriksaan dapat berupa
metode semikuantitatif maupun kuantitatif. Keduanya memiliki spesifisitas yang
lebih tinggi dibanding metode kualitatif.3 Karenanya, metode
kualitatif tidak disarankan.
Metode semikuantitatif dilakukan
dengan mengoleskan bagian kateter di permukaan agar (roll plate agar) dan menghitung cfu (colony forming unit) setelah
dilakukan inkubasi selama satu malam. Pertumbuhan koloni dianggap signifikan
jika ditemukan >15 cfu. Adapun keterbatasan uji ini adalah organisme yang
dikultur hanya yang berada di luar permukaan kateter atau ekstraluminal,
sementara kolonisasi intraluminal di pusat kateter tidak dievaluasi.4
Metode kuantitatif dilakukan dengan membilas
segmen kateter dengan kaldu, atau melakukan sonikasi di dalam kaldu, diikuti
oleh proses dilusi dan inokulasi pada permukaan agar darah. Kelebihan dari
metode ini adalah mampu mengisolasi organisme baik dari permukaan internal
maupun eksternal dari kateter. Pertumbuhan dianggap signifikan apabila
ditemukan >102 cfu.4
Apabila kateter dipasang kurang dari
14 hari, kolonisasi yang terjadi lebih sering berasal dari mikroorganisme kulit
di sepanjang permukaan luar kateter, sehingga metode roll-plate semikuantitatif memiliki sensitivitas yang lebih tinggi.
Sementara itu, penyebaran mikroba intraluminal dari pusat kateter ke aliran
darah lebih berhubungan dengan penggunaan kateter jangka panjang (lebih dari 14
hari). Oleh karena itu, pemeriksaan dengan metode kuantitatif lebih akurat
untuk penggunaan kateter jangka panjang.3
2. Pemeriksaan
kultur darah dengan kateter tetap terpasang
Pemeriksaan ini membutuhkan sepasang
set spesimen darah yang diambil dari lumen CVC dan satu set dari vena perifer.
Untuk menilainya dapat menggunakan metode kuantitatif maupun DTP atau differential time to positivity. Dengan
metode kuantitatif, diharapkan perbandingan atau rasio cfu /ml sampel darah
yang diambil dari CVC dengan darah perifer minimal 3 : 1. Sementara dari segi DTP
atau perbedaan waktu tumbuh antara kultur darah yang didapat dari CVC dan vena
perifer, dikatakan positif CR BSI apabila hasil positif kultur darah dari CVC
minimal muncul 2 jam lebih cepat dibanding hasil positif dari kultur darah
perifer. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 94% dan spesifisitas 91%.4
Selain dua metode di atas dapat juga
digunakan swab kapas lembab dari radius 3 cm di sekitar situs insersi kateter
untuk kultur semikuantitatif serta swab alginat untuk mengambil sampel dari
permukaan dalam pusat kateter. Swab ini kemudian diinokulasikan ke agar darah
yang berbeda disertai juga sampel dari darah perifer. Apabila terdapat
pertumbuhan mikroorganisme yang sama >15 cfu di setiap agar dari swab maupun
darah perifer, dapat dicurigai sebagai CR BSI.3
Hal yang perlu diperhatikan saat
hendak melakukan kultur darah adalah pengambilan spesimen yang dilakukan
sebelum pemberian antibiotik agar hasil pemeriksaan dapat bermakna dan bukan
sekedar negatif palsu. Adapun diagnosis definitif dari CR BSI adalah:
-
adanya
alat intravaskuler dan
-
tanda
klinis infeksi berupa demam, menggigil, dan/atau hipotensi serta tidak ada
sumber infeksi selain kateter serta
-
kultur
darah positif dari sampel darah vena perifer dan minimal satu dari kriteria
berikut:
o
hasil
positif organisme yang sama pada kultur kateter semikuantitatif (>15 cfu per
segmen kateter) atau kuantitatif (>102 cfu)
o
hasil
positif kultur darah dari CVC dan darah perifer memiliki rasio 3 : 1 atau waktu
munculnya hasil positif dari sampel darah CVC minimal dua jam lebih cepat
dibanding hasil positif dari darah perifer.4
Apabila tidak terkonfirmasi dari
pemeriksaan laboratorium, penurunan gejala setelah pelepasan kateter dari
pasien dengan infeksi aliran darah dapat menjadi sebuah bukti tidak langsung
adanya CR BSI.4
Pemeriksaan
mikrobiologi dilanjutkan setelah selesai menghitung jumlah koloni yaitu dengan
melakukan pewarnaan gram untuk menganalisis kemurnian strain, morfologi, dan
pewarnaan spesifik.
Apabila
ditemukan kokus gram positif, dilakukan uji katalase untuk membedakan Staphylococcus dan Streptococcus. Tes koagulase digunakan untuk membedakan Staphylococcus aureus dari Staphylococcus koagulase negatif. Untuk
mengetahui spesies dari Staphylococcus koagulase
negatif, dilakukan serangkaian uji biokimia di antaranya uji penggunaan xylose,
sucrose, trehalose, mannitol, dan maltose. Dilakukan juga uji pertumbuhan
anaerobik di medium tioglikolat, uji reduksi nitrat, uij aglutinasi lateks
untuk identifikasi Streptococcus
pneumoniae dan keberadaan urease dan ornitin dekarboksilase.
Apabila yang
ditemukan adalah basil gram negatif, maka dilakukan uji biokimia manual
termasuk uji fermentasi glukosa, pelepasan gas, produksi H2S,
urease, L-triptofan deaminase, uji motilitas, indol, produksi lisin
dekarboksilase, dan pertumbuhan pada sitrat.5,6
Jika
ditemukan batang gram positif, hanya dari satu set kultur darah, kemungkinan
bakteri tersebut merupakan kontaminan. Adapun yang dapat termasuk di dalam
bakteri batang gram positif antara lain: Nocardia,
Diptheroid (Corynebacterium), Bacillus cereus, Bacillus anthtracis, dll.6
Apabila
ditemukan bakteri anaerob gram negatif, maka kemungkinan penyebabnya adalah Bacteriodes fragilis karena merupakan
penyebab terbanyak bakteremia anaerobik. Namun perlu diketahui bahwa insiden
bakteremia anaerobik telah menurun hingga di bawah 5%. Jika ditemukan bakteri
anaerob gram positif, maka
kemungkinannya adalah Clostridium dan Peptostreptococcus
sp.6
Nocardia
sebagai etiologi dari CR BSI
Nocardia
merupakan mikroorganisme tahan asam, aerobik, dan gram positif yang dapat
ditemukan di tanah, air tawar, dan air laut. Nocardia dapat menyebabkan infeksi pumonal serius pada pasien
dengan imunokompromi, terutama yang memiliki abnormalitas imunitas seluler.
Nocardiosis sering terjadi setelah organisme ini masuk ke traktus respiratori,
namun dapat juga bisa didapatkan dari inokulasi langsung ke kulit. Nocardia memang sangat jarang
menyebabkan bakteremia, akan tetapi hal ini sangat mungkin berkaitan dengan
penggunaan CVC pada pasien dengan imunokompromis atau pasien kanker yang
membutuhkan akses vena sentral untuk menjalani kemoterapi. Nocardia dapat diidentifikasi dengan melihat penampakan koloni di
media biakan rutin. Untuk identifikasi spesies, dapat digunakan tes biokimia
atau dengan DNA sekuensing ribosom 16S.7
Uji
sensitivitas antibiotika
Uji
sensitivitas antibiotika dapat menggunakan metode cakram difusi berdasarkan
kriteria Clinical Laboratory Standards
Institute 2013. Cakram antibiotika yang digunakan antara lain: penicillin
(10 ug), oxacillin (1 ug), cefoxitin (30 ug), erythromycin (15 ug), cephalothin
(30 ug), gentamicin (30 ug), dan rifampicin (30 ug). Jika terdapat kecurigaan
ke arah jamur, dapat digunakan cakram amphotericin B (100 ug) dan fluconazole
(25 ug).5 Sementara itu untuk Nocardia,
metode dilusi lebih sering digunakan untuk menilai sensitivitasnya terhadap
antibiotika. Metode ini memiliki satuan MIC atau Minimum Inhibitory Concentration.7
Adapun hasil
studi yang telah ada menunjukkan bahwa seluruh isolat Nocardia sensitif terhadap trimethoprim/sulfamethoxazole, amikacin,
dan linezolid. Adapun rerata sensitivitas terhadap antibiotik ceftriaxone,
clarithromycin, imipenem, minocycline, tobramycin, dan amoxicillin-clavulanate
adalah sebesar 91%, 87%, 85%, 55%, 42%, dan 22%. Seluruh isolat Nocardia nova sensitif terhadap
clarithromycin namun sebagiannya resisten terhadap amoxicillin-clavulanate dan
gentamicin. Empat puluh lima persen isolat Nocardia
memiliki MIC yang tergolong intermediet terhadap minocycline dan hampir
semua spesies Nocardia (91%) resisten
terhadap ciprofloxacin.7
C. KESIMPULAN
Diagnosis dari
CR BSI ditentukan dari pemeriksaan mikrobiologi klinis yang ditunjang dengan
tidak adanya sumber infeksi selain kateter. Dalam pemeriksaan mikrobiologi
dilakukan juga uji sensitivitas antibiotik guna menentukan terapi yang sesuai
bagi pasien.
D. REFERENSI
1.
Cohen
J, Powderly WG. Infectious disease. 2nd ed. Edinburg: Elsevier; 2004.
2.
Mermel
LA, et al. Management guidelines for catheter infections. CID 2001: 32;
1249-72.
3.
Mermel
LA, Allon M, Bouza E, Craven DE, Flynn P, O’Grady NP, et al. Clinical practice
guidelines for the management of intravascular catheter-related infection: 2009
update by the Infectious Disease Society of America. CID 2009: 49 [internet]
cited on 2015 September 20. Available from: http://www.idsociety.org/uploadedFiles/IDSA/Guidelines-Patient_Care/PDF_Library/Management%20IV%20Cath.pdf
4.
Langkawi.
Diagnosis of catheter-related bloodstream infection. [internet] 2008 April 16.
cited on 2015 September 20. Available from: http://mric.org.my/wp-content/uploads/2015/01/Diagnosis-of-Catheter-Related-Bloodstream-Infection-CRBSI.pdf
5.
Riboli
DFM, Lyra JC, Silva EP, Valadao LL, Bentlin MR, Corrente JE, et al. Diagnostic
accuracy of semi-quantitative and quantitative culture techniques for the
diagnosis of catheter-related infections in newborns and molecular typing of
isolated microorganisms. BMC Infectious Diseases 2014, 14: 283. Available on:
www.biomedcentral.com/1471-2334/14/283
6.
Grace
C. Medical management of infectious disease. Marcel Dekker; 2003.
7.
Akhrass
FA, Hachem R, Mohamed JA, Tarrand JJ, Kontoyiannis DP, Chandra J, et al.
Central venous catheter-associated Nocardia bateremia in cancer patients. 2011
September [internet] cited 2015 September 17. Available from: http://wwwnc.cdc.gov/eid/article/17/9/10-1810_article
No comments:
Post a Comment