Oleh : Dianita Susilo Saputri
I. Pendahuluan
Nutrisi merupakan kebutuhan primer setiap makhluk hidup. Nutrisi yang diperoleh dari makanan untuk dapat bermanfaat bagi tubuh harus melalui proses pencernaan agar menjadi zat yang lebih sederhana sehingga dapat diserap. Untuk melaksanakan fungsi pencernaan, tubuh manusia telah memiliki sistem organ khusus yang terdiri atas saluran cerna dan kelenjar-kelenjar pencernaan yang mendukungnya. Salah satu saluran cerna yang banyak mengambil peran dalam proses pencernaan makanan adalah usus halus yang disebut juga intestinum tenue.
II. Pembahasan
1. Struktur Anatomi Intestinum Tenue
Gambar 1 Pembagian regio anterior abdominal
Intestinum tenue merupakan saluran pencernaan terpanjang yang dimiliki manusia1, dengan panjang sekitar 6 m pada kadaver atau 3 – 5 m pada orang hidup, dan diameter bervariasi antara 2,5 – 4 cm. Intestinum tenue menempati seluruh regio abdominal kecuali regio hypochondriac dextra dan sinistra.1,2 Secara anatomis, usus halus dibagi menjadi tiga segmen yaitu: duodenum, jejenum, dan ileum.1,2,3
- Duodenum, memiliki panjang sekitar 25 cm atau setara dengan lebar 12 jari tangan. Karena itulah, usus ini disebut juga usus dua belas jari. Duodenum adalah bagian terpendek dari intestinum tenue yang berbentuk huruf C mulai dari pylorus gaster hingga bertemu dengan jejenum. Usus yang letaknya retroperitoneal sekunder ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu duodenum superior, descendens, inferior, dan ascendens. Duodenum merupakan muara dari sekret pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan hati, melalui suatu struktur yang disebut ampulla hepatopankreatik dengan bukaan yang disebut papila duodenalis mayor. Sekresi dari getah pankreas maupun empedu melalui struktur ini diatur oleh suatu sphincter yang berupa otot polos.1,2,3
- Jejenum, disebut juga usus kosong karena saat seseorang meninggal usus ini akan berada dalam kondisi kosong. Panjangnya sekitar 1 - 2,5 m atau kurang lebih 40% dari keseluruhan panjang intestinum tenue. Jejenum dapat dikatakan letaknya mendominasi regio superior sinistra.1,2,3
- Ileum, merupakan bagian terakhir dan terpanjang dari intestinum tenue. Panjangnya mencapai 3,5 m dan berakhir pada katup ileocecal yang menjadi batas ileum dengan cecum dari colon.2 Regio inferior dekstra dari abdomen didominasi oleh struktur ini.
2. Histologi Intestinum Tenue
Intestinum tenue merupakan organ digestif yang paling berperan dalam proses absorbsi nutrisi. Untuk mendukung fungsi tersebut, intestinum tenue mengalami beberapa modifikasi pada dindingnya, yaitu dengan adanya bangunan plica sirkular, vili, dan mikrovili. Plica sirkular merupakan lekukan lapisan mukosa dan submukosa dinding usus ke arah lumen. Plica sirkular terlihat jelas di daerah intestinum proksimal yaitu mulai dari duodenum hingga pertengahan ileum.3,4 Adanya struktur tersebut mempercepat absorpsi dengan meningkatkan luas permukaan usus dan menyebabkan kimus tidak bergerak secara lurus saja melainkan spiral.3 Lebih kecil dari plica sirkular, ialah vili yang merupakan proyeksi lamina propria dari lapisan mukosa menuju lumen usus. Lamina propria tersusun atas kapiler darah, kapiler limfe atau pembuluh lacteal, serabut saraf, serat otot polos dari lapisan muskularis mukosa, dan jaringan ikat longgar ireguler.
Keberadaan serat otot polos mengatur pergerakan vili dan meningkatkan kontak vili dengan makanan yang dicerna. Pada lamina propria juga ditemukan jaringan limfoid dengan sel imun di dalamnya seperti limfosit, sel plasma, eosinofil, makrofag, dan sel mast.4 Jaringan limfoid tersebut berupa nodul limfatik yang dapat berkelompok membentuk Peyer’s Patch.3 Struktur ini dlapisi oleh sel M, yang dapat memfagosit antigen luminal dan mempresentasikannya kepada limfosit dan makrofag di dalam lamina propria. Sementara itu, struktur pendukung fungsi absorpsi usus yang ketiga adalah mikrovili yang merupakan perluasan sitoplasma sel absorpsi yang letaknya di lapisan terluar dinding usus yang menghadap ke lumen. Jika dilihat di bawah mikroskop cahaya, mikrovili menunjukkan struktur berupa brush border karena ukurannya yang sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat secara individual.3,4
Secara histologi, keseluruhan saluran pencernaan atau traktus gastrointestinal tersusun atas empat lapisan yang sama yaitu: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propria, dan muskularis mukosa. Sel epitel permukaan khas di setiap struktur saluran pencernaan sehingga dapat dijadikan alat identifikasi struktur saluran cerna. Intestinum tenue memiliki epitel permukaan selapis silindris dengan sel goblet dan mikrovili.3 Selain sel goblet juga terdapat sel-sel lain yang banyak ditemukan pada struktur kriptus Lieberkuhn, yaitu kelenjar intestinal yang terletak di antara vili usus. Sel tersebut di antaranya:
- Sel absortif, merupakan sel epitel kolumnar yang terletak di seluruh permukaan intestinum. Sel ini memiliki mikrovili dan mantel glikokaliks yang melindungi mikrovili dari zat kimia yang korosif.4
- Sel goblet, tersebar di antara sel-sel absortif dan bertugas menyekresikan mukus ke dalam lumen intestinum. Jumlahnya lebih banyak di bagian distal intestinum.3,4
- Sel enteroendokrin atau APUD (amine precursor uptake and decarboxylation) terdiri atas 3 jenis sel, yaitu: sel S, sel CCK, dan sel K. Sel enteroendokrin menyekresikan hormon sekretin, kolesistokinin, dan GIP (glucose-dependent insulinotropic peptide).3
- Sel punca, terletak di dasar dari kelenjar intestinal. Sel punca aktif melakukan mitosis dan berfungsi menggantikan sel lain yang rusak.4
- Sel paneth. Sel ini juga terletak di dasar kelenjar intestinal. Ciri khasnya ialah terdapat granula eosinofilik pada sitoplasmanya. Sel ini menyekresikan lisozim, enzim bakterisidal, dan mampu melakukan fagositosis.3
3. Fisiologi Pencernaan yang Terjadi di Intestinum Tenue
Mekanisme dasar fisiologi pencernaan terdiri atas empat hal yaitu: motilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi.5 Keempat mekanisme ini juga terjadi di intestinum tenue. Berikut pembahasannya.
Motilitas berhubungan dengan gerakan saluran cerna. Terdapat dua jenis gerakan pada intestinum tenue yaitu segmentasi sebagai gerakan utama dan peristaltik. Segmentasi merupakan suatu gerakan mencampur yang terlokalisasi dan tidak mendorong isi usus untuk bergerak lebih jauh. Gerak ini diinisiasi oleh sel pacemaker intrinsik dalam serat otot sirkular yang kontraksinya membentuk segmen-segmen usus, kemudian otot di bagian tengah segmen tersebut berkontraksi dan batas segmen berelaksasi, dan demikian seterusnya. Gelombang lambat dari sel pacemaker tadi dapat sampai di otot polos lain karena merambat melalui nexus. Pada duodenum, kontraksi ini terjadi 12-14 kali/menit, sementara di ileum 8-9 kali/menit.3,5 Setelah sebagian besar sari makanan telah diabsorpsi, maka segmentasi berkurang dan peristaltik mulai. Gerakan peristaltik usus disebut juga MMC (migrating motility complex). MMC dimulai pada bagian bawah lambung akibat inisiasi dari hormon motilin yang disekresikan oleh mukosa duodenum. MMC mendorong kimus ke arah distal hingga akhir dari ileum (katup ileocecal) dan berlangsung sekitar 90-120 menit dengan kecepatan 0,5 hingga 2 cm/s. Gerak ini berfungsi untuk membersihkan usus halus dari sisa pencernaan yang tidak diabsorpsi, bakteri, epitel yang rusak, debris, dll.3,5
Fungsi intestinum tenue kedua adalah sekresi. Intestinum tenue menyekresikan sekitar 1 hingga 2 liter getah usus, suatu cairan berwarna kuning jernih dan sedikit basa yang mengandung air, mukus. Sekret ini dihasilkan oleh kelenjar brunner sebagai respon terhadap stimulus berupa taktil, vagus, dan hormon sekretin. Sekresi mukus akan dihambat oleh rangsang simpatis. Mukus ini mengandung ion bikarbonat yang bersifat basa, dan berfungsi untuk melindungi dinding duodenum. Selain kelenjar brunner, sel-sel absortif dinding usus juga ikut serta dalam fungsi sekresi dengan menghasilkan enzim yang diletakkannya di membran sel bermikrovili sehingga disebut brush-border enzymes. Enzim-enzim ini nantinya akan berperan dalam proses pencernaan kimiawi dari makanan. Adapun contoh enzimnya antara lain: peptidase, sukrase, maltase, laktase, lipase usus, dan enterokinase.3,5
Sebagian besar proses pencernaan terjadi di dalam intestinum tenue.5 Pencernaan ini merupakan kelanjutan dari proses yang sudah terjadi sebelumnya di rongga mulut maupun lambung. Dengan bantuan dari getah pankreas, cairan empedu, dan sekret usus, pencernaan zat yang sudah dicerna sebagian tersebut dapat selesai di intestinum tenue. Pencernaan karbohidrat misalnya, di mulut dan lambung, pati atau amilum yang merupakan polisakarida telah mulai dipecah oleh amilase menjadi oligosakarida berupa maltosa, maltotriosa,dan α-dekstrin. Untuk menjadi bentuk yang dapat diabsorpsi yaitu monosakarida, perlu dilakukan pemecahan lanjutan oleh enzim α-dekstrinase yang merupakan brush-border enzyme. Sementara itu, pencernaan protein yang sebelumnya telah diawali oleh enzim pepsin di lambung, dilanjutkan dengan adanya protease pankreas (tripsin, chymotrypsin, carboxypeptidase, elastase) dan enzim brush border yaitu aminopeptidase dan dipeptidase. Berbeda dengan pencernaan protein yang hanya dibantu enzim, pencernaan lipid membutuhkan getah empedu untuk emulsifikasi agar luas permukaan lipid meningkat sehingga pencernaan oleh enzim lipase berlangsung lebih efektif.3
Setelah suatu zat mengalami proses pencernaan kimiawi, dihasilkan zat bentuk sederhana yang dapat diabsorpsi. Karbohidrat diabsorpsi oleh sel absortif dalam bentuk monosakarida melalui difusi terfasilitasi (fruktosa) atau transpor aktif sekunder (glukosa dan galaktosa). Sementara itu, absorpsi protein dalam bentuk asam amino/dipeptida/tripeptida dapat terjadi baik dengan transpor aktif maupun transpor aktif sekunder Na+ atau H+. Baik monosakarida maupun asam amino akan masuk secara difusi dari sel epitel absortif menuju kapiler darah. Begitupun asam lemak rantai pendek yang diabsorpsi secara difusi sederhana. Proses ini berbeda pada asam lemak rantai sedang, panjang, dan monogliserida yang molekulnya lebih besar dan hidrofobik. Zat-zat tersebut dalam perjalanannya di intestinum tenue akan dikelilingi oleh garam empedu yang disebut micele. Micele akan bergerak ke mikrovili sel absortif dan di sana, zat yang ada di dalamnya akan berdifusi ke sel absortif, sementara micele tetap tinggal di lumen usus. Setelah berada di dalam sel absortif, monogliserida dan asam lemak rantai panjang akan membentuk trigliserida dan beragregasi dengan fosfolipid, kolesterol, dan protein menjadi strukutr chylomikron. Chylomikron akan meninggalkan sel absortif secara eksositosis dan masuk ke pembuluh lacteal untuk selanjutnya ditranspor via pembuluh limfa ke duktus thoracic dan masuk darah di v. subclavian sinistra.3
Selain menyerap hasil pemecahan makronutrien tubuh, intestinum tenue juga mengabsorpsi elektrolit, vitamin, dan air. Ion-ion seperti ferrum, kalium, magnesium, dan fosfat diabsorpsi dengan transpor aktif. Kalsium juga diserap secara aktif di intestinum tenue dengan bantuan kalsitriol. Berbeda dengan ion yang dominan diserap secara aktif, sebagian besar vitamin diserap secara difusi sederhana. Kecuali B12 yang harus dikombinasikan dengan faktor intrinsik yang dihasilkan oleh lambung untuk dapat diserap usus dengan mekanisme transpor aktif. Sementara itu untuk air, akan masuk ke aliran sistemik secara osmosis melalui dinding usus.3
III. Penutup
Intestinum tenue merupakan saluran pencernaan terpanjang manusia yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Seluruh dindingnya tersusun atas 4 lapisan yaitu: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa. Fungsi dari intestinum tenue antara lain bergerak baik segmental maupun peristaltik, sekresi getah usus yang berguna untuk pencernaan kimiawi, digesti zat-zat makanan, dan absorpsi zat. Guna mendukung fungsi absorpsinya, dinding usus memiliki modifikasi membentuk plika sirkularis, vili, dan mikrovili. Dengan struktur yang demikian kompleks dan dalam kondisi sehat, intestinum tenue dapat menjalankan fungsi optimal dalam pencernaan zat makanan.
IV. Referensi
1. Marieb EN, Wilhelm PB, Mallatt J. Human anatomy. 6th ed. San Francisco: Pearson Education Inc; 2012. p. 667-688.
2. Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of anatomy and physiology. 9th ed. San Francisco: Pearson Education Inc; 2012. p. 883-890.
3. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 13th ed. Asia: John Wiley & Sons; 2011. p. 995-1005.
4. Eroschenko VP. diFiore’s Atlas of histology with functional correlations. 11th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins. p. 291-301.
5. Silverthorn DU. Human physiology: An integrated approach. 5th ed. San Francisco: Pearson Education Inc; 2010. p. 686-697.
No comments:
Post a Comment